Rpra-rp.blogspot | Menjadi pemimpin sungguhlah melelahkan dirinya. Pasang-surut hasil selalu mewarnai hari-harinya. Di kala berhasil, tepuk tangan dan sorak-sorai kegembiraan menyambutnya. Semua dapat hilang dalam sekejap. Semua tenggelam dalam euphoria kemenangan. Jasa sang pemimpin pun cepat terlupakan. Namun, keadaan itu berbalik 180 derajat jika sang pemimpin gagal. Caci-maki selalu didapatnya. Pada saat seperti itulah, sang pemimpin sejati akan menunjukkan jiwa kepemimpinannya, “Tak perlu merasa malu meskipun kalah.” Ya, ungkapan itu keluar dari bibir sang maestro pelatih tersohor sejagad: Sir Alex Ferguson.
Pagi ini, aku menyimak beragam liputan seputar kemenangan Barcelona. Hampir semua televisi memberitakan kemenangan Barca atas MU (3:1). Untuk itu, Barca berhak menjadi pemenang Liga Champions 2011. Hingar-bingar pesta semalaman benar-benar terasa. Dan itu adalah wajar karena memang begitulah “adat” bermain bola: pesta kemenangan.
Namun, aku dikejutkan oleh running text atau teks berjalan pada salah satu televisi. Pelatih MU mengungkapkan kebesaran jiwanya. Ungkapan sebagai jiwa olahragawan dan pemimpin atau manajer sejati: sportif. Siap menang dan harus siap kalah. Tidak perlu menyalahkan pemain atau wasit. Kalah adalah kalah. Sebuah pelajaran berharga yang harus menjadi teladan pemimpin bangsa ini.
Kita sering terjebak atau menjebakkan diri dalam memaknai kepemimpinan. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memberikan kemenangan. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu memberikan kesejahteraan. Pemimpin yang mampu meningkatkan hasil materi dibandingkan kondisi sebelumnya. Menurutku, itu adalah pendapat yang keliru.
Keberhasilan di atas memang harus menjadi tugas dan kewajiban sang pemipmpin. Jadi, pemimpin memang seharusnya bertugas mengubah keadaan agar menjadi lebih baik. Maka, keberhasilan seharusnya tidak menjadi sesuatu untuk dijadikan alat ukur. Lalu, apa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan sang pemimpin?
Menurutku, pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu menyadarkan setiap warga negara. Situasi bangsa adalah hak dan kewajiban setiap warga. Sang pemimpin bertugas untuk mengatur atau memanajemen semuanya agar diperoleh hasil yang baik. Maka, pemimpin yang baik seharusnya menerapkan manajerial kolegial. Semua potensi disinergikan untuk mencapai tujuan yang sama.
Ketika berhasil, sang pemimpin tak perlu pongah. Keberhasilan itu diraih oleh semua komponen. Namun, sang pemimpin merasa menjadi pihak yang paling berdosa jika perjuangan itu gagal. Sang pemimpin selalu merasa berdosa karena gagal memimpin rakyatnya. Sang pemimpin tidak akan menyalahkan orang lain atau mencari kambing hitam. Dengan jiwa besarnya, sang pemimpin berkata, “Kita tak perlu malu untuk belajar lagi.”
Sungguh aku merindukan kepemimpinan yang demikian. Seorang pemimpin yang cepat bereaksi ketika menjumpai situasi yang tidak mengenakkan diri dan rakyatnya. Seorang pemimpin yang tidak jumawa alias congkak seraya berusaha berkilah dari kegagalan kepemimpinannya. Namun, sang pemimpin yang selalu bersikap rendah hati meskipun bertubi mendapatkan prestasi. Seorang pemimpin yang cepat menyadari kegagalannya tanpa menyalahkan pihak lain. Selamat atas kemenangan jiwa besarmu, Sir Alex Ferguson. Anda benar-benar menjadi pemimpin yang berhasil
Itulah tulisan ane kali ini, sampai jumpa :)
Itulah tulisan ane kali ini, sampai jumpa :)
No comments:
Post a Comment